Sunday 7 March 2010

The Invisible Customer (Pelanggan yang Tak Kelihatan)


Pagi ini saya mengunjungi sebuah pusat belanja berinisial “S” yang sangat tersohor itu yang berlokasi di jalan Thamrin. Lokasi yang sangat prima ini sangat bertolak belakang dengan situasi di area parkirnya yang tampak sepi-sepi saja. Padahal, di beberapa pusat belanja lain di sekitar situ seperti Plaza Indonesia dan Grand Indonesia, hari Minggu adalah hari yang paling ditunggu untuk berjualan, hari yang padat, dan susah mencari tempat parkir apalagi ketika waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 .

Saya masuk dari pintu samping kiri toko. Kalau beberapa waktu lalu ada beberapa petugas berpakaian batik di pintu masuk, hari ini tidak ada lagi. Beberapa SPG tampak sedang sibuk sendiri dengan pekerjaannya dan beberapa di antaranya bersolek di counternya secara kasat mata.

Saya berhasil melewati lantai 1 tanpa disapa seorang pun dari SPG-SPG yang seharusnya senang jika ada pengunjung masuk ke tokonya. Bukankah itu adalah tujuan dari keberadaan sebuah toko dibuka, dan itu adalah tugas utama mereka (para SPG yang telah dibayar oleh masing-masing pemilik merek dari barang dagangan) untuk membantu dan melayani kebutuhan pengunjung pusat belanja tersebut. Apakah saya dan beberapa pengunjung lain adalah pelanggan yang tidak kelihatan sehingga luput dari sapaan mereka?

Saya berhasil naik ke lantai 2 dan lantai-lantai selanjutnya dengan selamat, lagi-lagi tanpa mendapat tegur sapa dari seorangpun. Saya tertarik dengan sebuah tanda yang mengatakan bahwa Handycraft ada di lantai 7. Maka saya bergerak menuju ke lantai tersebut. Benar saja, rupanya ini adalah lantai yang paling dulu diselesaikan. Tampaknya ini adalah kekuatan mereka.

Penampilan satu lantai ini benar-benar baru dan tampak modern sekali. Berbeda dengan lantai-lantai di bawahnya. Yang paling menyolok mata saya adalah banyaknya jumlah staff penjualan dengan seragam barunya. Sungguh apik. Penerangannya pun berbeda dibanding lantai-lantai yang belum selesai dibenahi.

Saya mengelilingi setiap pelosok dari lantai tersebut sambil terkagum-kagum dengan kelengkapan produk handycraft-nya. Lagi-lagi, terasa ada yang kurang. Ya…, lagi-lagi, saya tidak terlihat sehingga dari sekian banyak staff penjualan yang ada di seluruh lantai tersebut, tidak ada seorangpun yang menyapa, paling sedikit untuk mengucapkan: “Selamat datang”, atau “Selamat pagi/siang”. Mereka lebih memilih bercanda dengan sesama mereka (tampak pada foto).

Pusat belanja yang seharusnya mencerminkan keramahan bangsa Indonesia sesuai dengan impian pendirinya benar-benar telah kehilangan jati dirinya. Pembenahan fisik seolah-olah menjadi tujuan utama. Lupa atau tidak mampu memberikan pelayanan. Tidak heran lapangan parkir yang tidak seberapa luas itu tak juga kunjung penuh. Nyata sekali dampak dari lemahnya pelayanan terhadap keberhasilan merebut hati pengunjung. Semoga ini menjadi pelajaran bagi setiap peritel yang ingin menggaet lebih banyak pengunjung.

No comments:

Post a Comment