Monday 17 October 2011

Bagaimana Blue Bird memukau Pelanggan


Saya pelanggan setia Blue Bird sejak dulu. Sejak mereka belum seterkenal sekarang. Pemakaian jasa Blue Bird terutama ketika saya pergi ke dan pulang dari bandara untuk tugas ke luar kota.
Suatu saat di bulan September 2011 saya dibuat panik ketika taxi Blue Bird yang saya pesan tidak kunjung tiba. Saya pesan untuk pukul 06.30 pagi. Biasanya taxi akan datang 15 menit sebelum waktu yang diminta. Tidak kali itu. Sudah 06.30 lewat masih belum muncul juga. Saya menelpon berkali-kali ke call centre Blue Bird dan tentu saja dengan nada marah karena menurut perhitungan perjalanan ke bandara 40 menit. Jika mereka meleset maka saya akan telat melakukan check in yaitu 1 jam sebelum keberangkatan (penerbangan dalam negeri). Setelah menelpon 10 kali akhirnya datang juga taxi Blue Bird. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00, jadi untuk tiba satu jam sebelum waktu keberangkatan sudah pasti gagal. Hebatnya dalam perjalanan ke bandara bersama taxi Blue Bird petugas call center menelpon saya dua kali untuk meminta nomor tiket saya dan nomor penerbangan saya. Yang kedua, untuk memastikan bahwa saya sudah di taxi yang tepat. Rupanya mereka akan melakukan check-in untuk saya. Hati saya agak tenang.
Sopir Blue Bird yang membawa saya membawa kendaraan dengan kencang. Saya menegur sopir untuk tidak melanggar batas kecepatan juga karena saya yakin bahwa mereka sudah melakukan check-in untuk saya.
Saya tiba di bandara pukul 07.35. Ketika saya tiba di counter maskapai penerbangan betul saja nama saya sudah dilakukan proses check-in.
Hal ini adalah hal yang tidak saya duga sebelumnya. Saya merasa salut dengan tindakan cekatan dari petugas call center Blue Bird dalam mengatasi kesalahan yang mereka buat dan menggunakannya untuk membalik keadaan menjadi sebuah pujian.
Anda lihat sendiri, saya dengan rela menulis pengalaman indah ini bagi mereka. Kekecewaan saya terbayar dengan tindakan tepat yang mereka lakukan.
Anda bisa saja membuat kesalahan dalam melayani pelanggan tetapi jangan pernah kehilangan kesempatan untuk menjadikan kesalahan menjadi titik balik dalam memukau pelanggan. Patut dicontoh di tengah buruknya layanan publik di negara ini.

Wednesday 31 August 2011

Menjawab Kebutuhan Pelanggan (Strategi Pelayanan di saat Liburan)

Jakarta, lebaran tahun 2011,
Saat-saat menjelang lebaran Jakarta menjadi kota yang sangat ideal sekaligus sangat tidak ideal. Di satu sisi kota Jakarta menjadi kota yang nyaman untuk berlalu lalang namun bagi warga Jakarta yang tidak pulang kampung dan sedang ditinggal oleh staff rumah tangga maka makan di luar rumah merupakan pilihan yang paling banyak dipilih.
Namun warga Jakarta juga harus dihadapkan pada fakta bahwa para penjual makanan pun tidak semuanya buka. Beberapa di antaranya malah menimbulkan kekecewaan karena tidak jelasnya informasi kapan mereka mulai libur dan kapan mereka akan mulai beroperasi lagi.
Yang menarik, sore tadi saya berkesempatan makan di sebuah toko bakmi. Sambil makan saya melihat pengumuman yang dipasang:“Liburan 30 Agustus-8 September kami tetap buka, tutup 9-13 September 2011”. Apa yang menarik?
Bagi saya, ini adalah strategi pebisnis menjawab kebutuhan konsumen yang sesungguhnya. Justru ketika pelanggan menghadapi kelangkaan pasokan makanan, justru toko bakmi ini tetap buka. Mereka baru akan tutup di saat bisnis kembali seperti semula.
Terkadang di tengah persaingan yang sangat ketat amat sulit untuk membuat perbedaan. Harga seringkali dijadikan alat bersaing. Namun seperti yang kerap diutarakan ahli strategi pemasaran, harga bukanlah satu-satunya alat untuk berperang maka strategi pelayanan seperti yang ditunjukkan oleh pengusaha bakmi tadi merupakan hal yang patut dipertimbangkan.
Selain itu, saat semua toko bakmi tutup maka hampir dipastikan toko bakmi ini akan menikmati masa panen yang luar biasa. Seperti kita ketahui, bisnis bakmi adalah bisnis yang paling umum. Hampir di setiap pojok jalan bisa ditemui toko bakmi. Tetapi, menjadi satu-satunya toko bakmi yang beroperasi..., itu kesempatan sekali dalam setahun.

Tuesday 31 May 2011

Mohon Tidak Memberikan Tips


Tulisan “Mohon Tidak Memberikan Tips” mulanya terpasang pada tempat parkir di sebuah mal di Jakarta Selatan dengan inisial PIM. Tulisan itu ditujukan kepada pengemudi agar tidak memberikan tips kepada petugas keamanan yang menjaga di parkiran. Sekilas tulisan ajakan tersebut bernada kejam kepada mereka satpam atau pun petugas parkir yang bertugas di area parkir mal namun saya pribadi sangat mendukung upaya pengelola mal melakukan kebijakan itu.

Sudah sepantasnya petugas di area parkir melayani dengan sungguh-sungguh, bukan karena berharap mendapatkan tips (uang service) dari pengunjung. Adanya larangan tersebut membuat pengunjung merasa lebih nyaman karena terhindar dari perasaan tidak enak jika tidak memberi tips.

Kedua, sudah bukan rahasia lagi, petugas yang berharap dapat uang tips seringkali membuat situasi area parkir jadi lebih kacau. Bahkan dibuat sedemikian rupa agar terlihat bekerja dengan cara mendorong-dorong mobil yang diparkir seenaknya sehingga mau tidak mau pengunjung yang sudah dibantu merasa tidak enak hati kalau tidak memberi uang tips.

Langkah pengelola mal tersebut mencerminkan pengelolaan mal yang baik secara keseluruhan, tidak heran mal tersebut tetap ramai dikunjungi meskipun mal-mal baru yang lebih besar sudah buka. Beberapa mal baru meniru langkah yang dilakukan mal PIM tersebut dengan memasang tulisan “Mohon Tidak Memberikan Tips”.

Dulu saya mendengar, jika ada yang ketahuan menerima tips maka akan dipecat. Hal itu membuat petugas patuh. Pernah suatu ketika saya melihat petugas menolak habis-habisan ketika seorang pengemudi mengulurkan tips.

Sekarang keadaan berubah, perasaan kagum saya sudah luntur. Beberapa kali saya lihat petugas menerima uang tips dari beberapa pengemudi. Meskipun mereka tidak minta, menerima bukanlah hal yang dibenarkan jika itu sudah merupakan peraturan dari atasan. Sesuatu yang diterima secara rutin akan dianggap sebagai hak. Hal ini akan merusak pelayanan tulus yang selama ini berkembang menjadi pelayanan dengan suatu harapan yaitu diberi tips.

Memang tidak gampang mempertahankan hal yang baik. Perlu kontrol dari manajemen. Perlu dibuka saluran di mana kontrol sosial bisa bertumbuh.

Foto: hanya ilustrasi, menggambarkan hal serupa sudah menjadi praktek umum di negara lain (sumber: http://farm3.static.flickr.com/2234/2951617719_490883f308.jpg)